Tuesday, March 25, 2008

Rahasia Bisnis Orang Cina

Rahasia Bisnis Orang Cina
Penulis: Ann Wang Seng
Penerbit: Hikmah Zaman Baru (kelompok Mizan)
208 hal + x hal


Hampir di setiap sudut pertokoan, mall, pasar ataupun tempat-tempat perdagangan lainnya, kita dapat menemukan pedagang Tionghoa. Tidak ada yang menyangsikan kalau mereka menguasai perdagangan, mulai dari retail sampai bisnis besar. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana mereka dapat menjadi sukses seperti itu? Apakah mereka memiliki ilmu khusus? Apakah berbisnis sudah menjadi bakat bawaan mereka yang diturunkan lewat gen?

Mungkin masih banyak pertanyaan lain yang ada di kepala kita untuk mengetahui rahasia keberhasilan bisnis mereka. Melalui bukunya, Ann Wang Seng, seorang penulis sekaligus pengusaha dari Malaysia bukan hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, tapi lebih dari itu. Ia mencoba mengungkap rahasia bisnis atau lebih tepatnya dagang, dari orang Tionghoa, dari mulai falsafah, budaya, sistem bisnis, pemikiran, adat kebiasaan sampai pantangan berbisnis mereka.

Melalui buku setebal 208 halaman tersebut, Ann mengungkap banyak faktor yang menyebabkan perdagangan orang Tionghoa maju pesat. Dari sekian banyak faktor yang dipaparkan Ann melalui bukunya tersebut, saya coba merangkumnya menjadi tujuh faktor keberhasilan bisnis orang Tionghoa.

Lebih mulia jadi pedagang
Orang Tionghoa percaya bahwa hanya dengan berdaganglah mereka dapat menjadi kaya dan meningkatkan taraf hidup mereka. Dunia dagang adalah dunia yang menjanjikan kesenangan, kemewahan dan kebahagiaan. Kalau dulu ajaran Konfisianisme menganggap bahwa golongan pedagang menindas dengan mengambil keuntungan berlebih sehingga tidak begitu dihormati, maka ajaran tersebut ditafsirkan kembali dan malah memberi semangat bagi orang Tionghoa agar melibatkan diri dalam perdagangan. Menurut Ann Wang Seng, kedudukan sebagai pedagang dilihat lebih tinggi daripada pegawai, meskipun gajinya lebih besar. Berdagang sendiri berarti sesorang dapat menjadi bos dan tuan. Orang yang berdagang juga dikatakan berani dan hanya orang yang berani yang memiliki kesempatan menjadi kaya dan sukses.

Kerja keras, kerja keras dan kerja keras
Kalau dibilang nothing can replace hardwork itu memang ada benarnya. Salah satu resep keberhasilan dagang orang Tionghoa adalah kerja keras. Kebanyakan jam kerja mereka lebih panjang dari orang lain. Walaupun sudah berhasil, mereka juga tetap bekerja antara 16-18 jam sehari. Banyak pengusaha sukses dapat lahir tanpa bekal apapun, kecuali semangat, keyakinan dan usaha yang tidak mengenal kata jemu. Orang Tionghoa percaya bahwa hanya dengan bekerja keras dan berani membuka peluang, mereka akan berhasil.

Risk Taker
Selain daya juang dan semangat yang tinggi, hal menonjol lainnya adalah sikap risk taking. Bagi orang Tionghoa, pedagang sejati dan pandai adalah yang menyukai risiko dan tantangan. Semakin tinggi risiko, makin banyak peluang yang tersedia. Selain itu, masalah juga harus dijadikan batu loncatan, bukannya penghalang untuk berhasil.

Pintar melihat peluang
Ada sebuah pepatah yang mengatakan, ’tinggalkan orang Tionghoa di mana saja, mereka akan dapat hidup dan menciptakan peluang dagang. Orang Tionghoa adalah bangsa yang paling fleksibel, mudah berubah dan menyesuaikan diri di manapun. Mereka akan dapat hidup dan mencari makan di manapun mereka berada. Orang Tionghoa mudah beradaptasi untuk menyesuaikan dengan perubahan iklim ekonomi dan perilaku pasar. Tak heran, banyak peluang bisnis yang mereka ciptakan dari bisnis yang awalnya dianggap tidak menguntungkan, seperti menjual air di pinggir jalan, berjualan surat kabar lama, kaleng kosong dan lain sebagainya.

Mulai dengan usaha ritel
Dasar perdagangan orang Tionghoa adalah toko ritel. Mereka belajar mengurus dan mengendalikan urusan jual beli melalui perdagangan toko ritel. Menguasai toko ritel berarti akan menguasai pasar, dan kemudian menjadi penentu bagi kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Tidak heran jika mereka menguasai bukan saja urusan jual beli, namun juga pengeluaran, pemasaran, distribusi, promosi sampai menentukan laku atau tidaknya produk itu.

Jaringan yang solid
Kalau selama ini kita lihat jaringan bisnis Tionghoa sangat kuat di antara sesama mereka, itu karena konsep bisnis mereka. Mereka menganggap bahwa setiap pedagang saling melengkapi. Misalnya, restoran akan mengambil suplai bahan makanannya dari toko-toko makanan yang berada di sekitarnya. Dengan demikian, perdagangan di kawasan itu akan berkembang pesat karena sudah terwujud sikap saling membantu dan saling dukung yang kuat di kalangan pedagang. Bagi orang Tionghoa, kegiatan perdagangan perlu diperbanyak ragam dan jenisnya karena selain dapat memberikan pilihan kepada pembeli, hal ini juga dapat membantu pedagang lain mendapatkan penghasilan. Etika yang tidak tertulis ini memungkinkan para pedagang Tionghoa dapat hidup di satu kawasan dan menguasai pasar.

Sedekah
Agar keuntungan terus bertambah, sebagian keuntungan harus dialokasikan bagi mereka yang membutuhkan. Orang memercayai bahwa derma yang disalurkan kepada orang miskin, institusi pendidikan, organisasi sosial, panti jompo, golongan cacat dan pelajar-pelajar yang tidak mampu bukan saja suatu hal yang baik, namun juga akan mendapat berkah. Keuntungan berderma mungkin bukan dalam bentuk materi, melainkan nama baik, dan budi pekerti yang senantiasa akan dikenang.

Kira-kira demikian yang saya tangkap dari membaca buku karya Ann Wang Seng ini. Saya merasa setiap bab di buku ini begitu berarti karena banyak hal yang dapat dipelajari dari setiap kalimat yang ditulis Ann Wang Seng.

Kekurangan buku ini hampir tidak ada, Cuma saya merasa terganggu dengan banyak kalimat yang diulang-ulang penulisannya. Membuat Anda yang membacanya seperti de javu, karena menemukan kalimat yang sama di halaman yang berbeda.

Wednesday, March 19, 2008

Nu Green Tea? Top Deh!

Sudah beberapa minggu belakangan ini saya kecanduan sebuah minuman. Namanya Nu Green Tea. Kalau ngga minum sehari, rasanya ada yang kurang ajah. Hehe. Awalnya sih saya lebih suka minum Beverin, tapi entah kenapa karena setiap hari teman saya Tika minum Nu Green Tea, saya jadi tergerak ingin mencobanya. Dan ternyata, bukan saya saja yang meminum teh tersebut hampir setiap hari, dua orang teman saya lainnya juga.

Dari fakta di atas, saya jadi berpikir kenapa orang-orang jadi begitu senang untuk minum teh hijau NU Green Tea. Dan kenapa Nu Green Tea memegang market share sampai sekitar 51,9%? (sumber: MARS). Saya tergelitik nih untuk menganalisisnya (yah, analisis cetek sih. Hehe).

Kembali lagi ke sahabat saya, Tika. Setiap pagi ketika melintasi mejanya, saya selalu melihat minuman dengan kemasan botol hijau itu sudah ’bertengger di mejanya. Karena heran, saya kemudian menanyakannya. Dia bilang karena ingin mendapatkan undian berhadiah. Berdasarkan informasi darinya, jika beruntung maka kita akan menemukan tulisan nominal uang di belakang tutup botol minuman tersebut. Kesimpulan pertama: ternyata undian memang merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk membujuk customer agar membeli.

Setelah masa undian habis, ternyata Nu Green Tea ngga kehilangan pamor. Dengan iklan yang cukup ’catchy,’ orang-orang tetap mudah mengingat, kalau mau membeli green tea dalam kemasan, ya NU Green Tea ajah. Beberapa orang bilang kalau iklannya lucu karena ada lagu jepangnya. Nah, dari sini bisa dilihat kalau iklannya NU Green Tea berhasil untuk membangun brand awareness mereka ke masyarakat.

Kalau dua alasan di atas melihat keberhasilan Nu Green Tea dari sisi context (promotion) yang oke, sekarang kita beralih ke content. Kalau dari urusan rasa, green tea menurut kebanyakan orang sih sama saja. Tapi menurut sebagian lain, rasa green tea dari produsen yang berbeda, ya tentu saja berbeda. Kalau menurut saya pribadi, rasa Nu Green Tea tidak terlalu manis atau pahit seperti Zestea atau lainnya. Bisa juga varian rasa membuat produk dari ABC tersebut menjadi salah satu reason to buy. Bagaimana dengan harganya (price)? Kalau saya lihat-lihat dari milis atau forum, kebanyakan orang ngga keberatan untuk harga Nu Green Tea yang lebih mahal dibanding Zestea atau produk lainnya. It`s worthed lah dengan rasanya!

Di atas saya sempat bilang, kalau sebenarnya saya lebih suka dengan green tea merek Beverin. Harganya memang sedikit lebih mahal, tapi rasanya oke bangets. Lebih top dari Nu Green Tea. Tapi berhubung produk tersebut susah didapat, maka saya churn deh ke Nu Green Tea. Kalau saya perhatikan, Beverin cuma ada di toko-toko tertentu saja, di kafe-kafe, dan oh ya saya pernah lihat ada juga di koperasi karyawan Mandiri di Gatot Subroto. Anyways, it`s Beverin`s producer`s loss kalau ngga mendistribusikan produknya ke Carrefour. Menurut saya produk consumer goods sewajibnya hadir di jaringan hypermarket ini. Selain cabangnya banyak, hypermarket ini masih menjadi pilihan utama untuk one-stop supermarket. Nah, yang ini masuk ke dalam salah satu masalah infrastructure kali ya.

Ya, begitulah, kalau sebuah produk atau brand mau sukses, ya harus diperhatikan content, context dan infrastructure-nya. Top deh buat Nu Green Tea!

Ganti Penyiar untuk Perluas Segmen?

Terus terang saya sangat kaget waktu mendengar suara Melaney Ricardo dan Ikhsan Akbar siaran di pagi itu. Tunggu, jangan protes dulu. Ya saya tahu bahwa Anda juga tahu bahwa mereka berdua memang penyiar handal di Hardrock FM. Tapi radio yang saya dengarkan pagi itu bukan Hardrock FM, tapi Trax FM. Agak bingung dan mikir juga sih, apa iya saya salah radio. Tapi ternyata engga. Siaran pagi yang biasanya diisi oleh Jimboel alias Jimmy ‘Upstairs’ dan Boeloek ‘Superglad,’ mendadak digantikan oleh Melaney Ricardo dan Ikhsan Akbar. Dan sepertinya ini bukan untuk sehari atau dua hari, tapi duo penyiar dari Hardrock itu menggantikan Jimboel yang pindah jam siaran di sore hari, ‘Kompak Kampus.’

Buat sebagian orang, ini bukan masalah juga kali ya. Eh, tapi buat saya ini juga bukan masalah sih. Cuma agak kurang sreg aja. Mungkin, ini mungkin aja loh, Trax FM lebih ingin memperluas segmen pendengarnya. Biasanya ’anak Trax’ itu yang saya tahu berumur belasan sampai dua puluh limaan. Sekali lagi ini asumsi saya aja loh. Soalnya kalau saya dengar dari sms yang dibacakan oleh penyiarnya, Trax FM tuh didengerin dari anak-anak SMP sampai orang-orang yang baru mulai kerja selepas lulus kuliah. Nah, mungkin ajah sekarang Trax FM ingin memperluas pendengarnya sampai orang-orang yang umurnya kepala 30 atau lebih. Hehe.

Kenapa asumsi di atas saya ambil? Ya dari dua penyiar baru tadi, Melaney dan Ikhsan. Menurut saya sih bukan di usia juga, tapi lebih ke gaya bahasa dan pemikiran. Seperti yang kita tahu, usia Om Jimmy dan Om Boeloek usia juga udah di atas kepala tiga (kalau ngga salah umur mereka tuh 35, eh apa 34 ya?). Tapi berhubung mereka anak band, jadi masih terasa aja ’ugal-ugalannya.’ Becandaan dan bahasan-bahasan ngga pentingnya juga khas anak muda banget deh.

Nah, kalo penyiar baru tadi, entah kenapa ya saya merasa mereka terlalu ’dewasa’ untuk bawain acara di Morning Zone. Atau bisa jadi, karena saya sudah terlebih dulu dengar mereka di radio sebelumnya yang segmennya lebih dewasa. Jadi yaaaa.. masih terbawa aja gitu. Terlebih lagi dengan gaya bahasanya Melaney yang khas itu. Melaney adalah salah satu penyiar favorit saya ketika dia masih di Hardrock siaran bareng Iwed di Drive and Jive. Duh, gilanya minta ampun. Tapi itu sungguh menghilangkan stress saya setelah pulang kerja.

Kembali ke topik. Saya pikir Trax FM cukup berani dengan mengambil Melaney dan Ikhsan siaran di jam Morning Zone. Tapi kita coba kita lihat, apakah itu akan sesukses Morning Zone yang dibawakan oleh Jimboel.

Bukan apa-apa, tetap aja saya ngga sreg... hehe.